Senin, 03 Februari 2014

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesesuain lahan perlu diperhatikan untuk tanaman budidaya untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal, walau tanaman dapat tumbuh bersama di suatu wilayah, akan tetapi setiap jenis tanaman mempunyai karakter yang membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Dengan demikian supaya produksi dapat optimal maka harus diperhatikan antara kesesuaian lahan untuk pertanian dan persyaratan tumbuh tiap jenis tanaman.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas strategis sebagai penghasil devisa negara utama dari sektor non migas. Beberapa komoditas perkebunan yang menunjukkan peningkatan ekspor yang cukup tajam adalah kakao dan mente, sedangkan komoditas yang dinilai masih memberikan sumbangan yang cukup tinggi bagi devisa di antaranya adalah karet, kopi, kakao, dan minyak sawit (SURYANA et al., 1998). Prospek kelapa sawit cukup menjanjikan seperti dilaporkan Oil Word (Lembaga penyedia jasa informasi dan perkiraan produksi minyak nabati), yang memproyeksikan produksi minyak sawit Indonesia akan menyalip Malaysia pada tahun 2010 (KOMPAS, 21 Mei 2003). Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas perkebunan, perkembangannya cukup pesat dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya terutama terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Untuk seluruh Indonesia, pada tahun 1986 luas pertanaman kelapa sawit hanya sekitar 593.800 ha, sedangkan pada tahun 2002 menjadi 4.116.000 ha (DITJEN PERKEBUNAN, 2002).

Kecamatan Batang toru kabupaten Tapanuli Selatan merupakan daerah perkebunan dengan komoditi karet, sawit dan kakao. Informasi kelas kesesuaian lahan untuk perkebunan di kecamatan batang toru masih sangat terbatas. Oleh karena itu penelitian evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan di tempaat ini perlu di lakukan, mengingat daerah ini memiliki lahan yang luas dan berpotensi untuk  pengembangan tanaman perkebunan. Dengan informasi kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman perkebunan ini diharapkan dapat dilakukan alternatif manajemen praktis yang tepat, guna meningkatkan produksi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kecamatan batang toru kabupaten Tapanuli Selatan.
Tujuan
1.      Mengevaluasi kesesuain lahan perkebunan di kecamatan Batang Toru untuk tanaman tanaman perkebunan yaitu Kelapa Sawit (Elaesis quenensis Jacq).
2.      Memberikan cara pengelolaan praktis dalam upaya meningkatkan produksi Kelapa Sawit di kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.
3.      Sebagai bahan informasi bagi pengambil keputusan atau yang memerlukan dalam pengolahan lahan di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan ( performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan ( land characteristic). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan,  tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976).
Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan

Kualitas Lahan
Karakteristik Lahan
Temperatur (tc)
Temperatur rata -rata (oC)
Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm)
Lamanya bulan kering (bln)
Kelembaban (%)
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
Keadaan media perakaran (rc)
Tekstur,
Bahan kasar (%),
Kedalaman tanah (cm)
Gambut Ketebalan (cm),
Ketebalan (cm) jika ada sisipan
bahan mineral/pengkayaan, Kematangan
Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol/kg), ,
Kejenuhan basa (%)
pH, C- organik (%)
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m)
Sodisitas (xn)
Alkalinitas/ESP (%)
Bahaya sulfidik (xs)
Kedalaman sulfidik (cm)
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%),
Bahaya erosi
Bahaya banjir (fh)
Genangan
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%),
Singkapan batuan (%)

Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsure pembentuk satuan peta tanah.


2.1 Topografi
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat  hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari.
Bentuk wilayah dan kelas lereng
Relief   
Lereng (%)
Datar
< 3
Berombak/agak melandai
 3-8
Bergelombang/melandai
 5-8
Berbukit
15-30
Bergunung
30-40
Bergunung curam
40-60
Bergunung sangat curam
> 60

Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut (dpl) sebagai titik nol. Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara dataran rendah (<700 m dpl.) dan dataran tinggi (> 700 m dpl.). Namun dalam kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, maka temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Misalnya tanaman teh dan kina lebih sesuai pada daerah dingin atau daerah dataran tinggi. Sedangkan tanaman karet, sawit, dan kelapa lebih sesuai di daerah dataran rendah.

2.2. Iklim

2.2.1. Suhu udara
Tanaman kina dan kopi, misalnya, menyukai dataran tinggi atau suhu rendah, sedangkan karet, kelapa sawit dan kelapa sesuai untuk dataran rendah. Pada daerah yang data suhu udaranya tidak tersedia, suhu udara diperkirakan berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat, semakin rendah suhu udara rata-ratanya dan hubungan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Braak (1928): Suhu udara rata-rata di tepi pantai berkisar antara 25-27 C.





2.2.2. Curah hujan
Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis. Secara manual biasanya dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama 1(satu) hari, yang kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya tahunan. Sedangkan secara otomatis menggunakan alat-alat khusus yang dapat mencatat kejadian hujan setiap periode tertentu, misalnya setiap menit, setiap jam, dan seterusnya. Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut.
Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan, terutama untuk padi. Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi zone agroklimat kedalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt & Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk penilaian tanaman tahunan.

2.3 Tanah
Faktor tanah dalam evaluasi kesesuaian lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik tanah di antaranya drainase tanah, tekstur, kedalaman tanah dan retensi hara (pH, KTK), serta beberapa sifat lainnya diantaranya alkalinitas, bahaya erosi, dan banjir/genangan.

2.3.1. Drainase tanah
Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas drainase tanah disajikan pada Tabel 3. Kelas drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman, terutama tanaman tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2 serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2 sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7 sering jenuh air dan kekurangan oksigen.

Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan
Kelas Drainase
Uraian
Cepat (excessively drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa, bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi)

Agak cepat (somewhat excessively
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air
Baik (well drained )
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.
Agak baik (moderately well drained )
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah, Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di tanah basah dekat permukaan. lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm.
Agak terhambat (somewhat poorly drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.
Terhambat (poorly drained)
Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (poriair tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah  dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
Sangat terhambat (very poorly drained)
Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

2.3.2. Tekstur
Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter 2 mm) yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan, atau berdasarkan data hasil analisis di laboratorium dan menggunakan
segitiga tekstur
Pengelompokan kelas tekstur adalah:
Halus (h)                 : Liat berpasir, liat, liat berdebu
Agak halus (ah)       : Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu
Sedang (s)               : Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu
Agak kasar (ak)       : Lempung berpasir
Kasar (k)                 : Pasir, pasir berlempung
Sangat halus (sh)      : Liat

2.3.3. Bahan kasar
Bahan kasar adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan menjadi:
Sedikit                : < 15 %
Sedang               : 15 - 35 %
Banyak               : 35 - 60 %
Sangat banyak     : > 60 %

2.3.4. Kedalaman tanah
Kedalaman tanah, dibedakan menjadi:
Sangat dangkal    : < 20 cm
Dangkal              : 20 - 50 cm
Sedang               : 50 - 75 cm
Dalam                : > 75 cm

2.3.5. Ketebalan gambut
Ketebalan gambut, dibedakan menjadi:
tipis                    : < 60 cm
sedang                : 60 - 100 cm
agak tebal           : 100 - 200 cm
tebal                   : 200 - 400 cm
Sangat tebal        : > 400 cm

2.3.6. Alkalinitas
Menggunakan nilai persentase natrium dapat ditukar (exchangeable sodium percentage atau ESP) yaitu dengan perhitungan:
      ESP = Na dapat tukar  x 100%
                    KTK Tanah
Nilai ESP 15% sebanding dengan nilai solum adsorption ratio SAR 13
           




2.3.7. Bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relative mengandung bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat bahaya erosi tersebut
disajikan dalam table berikut

Tabel 5. Tingkat bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi
Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)
Sangat ringan (sr)
< 0,15
Ringan (r)
0,15 - 0,9
Sedang (s)
0,9 - 1,8
Berat (b)
1,8 - 4,8
Sangat berat (sb)
> 4,8

2.3.8. Bahaya banjir/genangan
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir)
Simbol
Kelas bahaya  banjir
Kedalaman banjir (x)
Lama banjir (y)
(cm)
(bulan/tahun)
F0
Tidak ada
Dapat diabaikan
Dapat diabaikan
F1
Ringan
<25
<1


25-50
<1


50-150
<1
F2
Sedang
<25
  1-3


25-50
  1-3


50-150
  1-3


>150
<1




F3
Agak berat
<25
 3-6


25-50
 3-6


50-150
 3-6




F4
Berat
<25
>6


25-50
>6


50-150
>6


>1501
-3


>150
 3-6


>150
>6


2.3.9. Kemasaman tanah
Ditentukan atas dasar pH tanah pada kedalaman 0-20 cm dan 20-50 cm

Kelas
pH tanah
Sangat masam
< 4,5
Masam
4,5 - 5,5
Agak masam
5,6 - 6,5
Netral
6,6 - 7,5
Agal alkalis
7,6 - 8,5
Alkalis
> 8,5

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Untuk dapat mencapai pertumbuhan yang optimum, kelapa sawit memerlukan persyaratan tumbuh tanaman, diantaranya adalah lahan berada pada dataran rendah dengan ketinggian tempat <700 m dpl, temperatur berkisar antara 20–35°C, dengan temperatur optimum 25–28°C. Curah hujan berkisar dari 1.250–4.000 mm/tahun, tetapi yang optimum sekitar 1.700–2.500 mm/tahun, dengan distribusi merata sepanjang tahun dan bulan kering kurang dari 2 bulan. Menurut tipe hujannya (SCHMIDT and FERGUSON, 1951), lahan kering dataran rendah berada pada berbagai tipe hujan, yaitu A, B, C, D, E dan F. PUSLITBANGTANAK (2001) dalam menyusun Atlas Arahan Tataruang Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000, menggolongkan tipe hujan A, B dan C sebagai wilayah beriklim basah, sedangkan tipe hujan D, E dan F digolongkan sebagai wilayah beriklim kering.
Berdasarkan rejim kelembaban tanahnya, wilayah beriklim basah termasuk udik atau perudik, sedangkan wilayah beriklim kering termasuk ustik atau peralihan ustik-aridik (SOIL SURVEY STAFF, 1999). Iklim basah umumnya mempunyai curah hujan tinggi (>1.500 mm/tahun) dengan masa hujan relatif panjang, sedangkan iklim kering mempunyai curah hujan relatif rendah (<1.500 mm/tahun) dengan masa curah yang pendek 3-5 bulan (IRIANTO et al., 1998).
Luas lahan kering yang mempunyai ketinggian tempat < 700 m dpl. seluas 87.293.000 ha yang terdapat pada landform tektonik, volkan, dan karst, dan terbentuk dari batuan sedimen, batuan volkan, dan batu gamping (HIDAYAT et al., 2000). Dari luasan tersebut, lahan kering yang mempunyai iklim basah dan iklim kering berturut-turut seluas 78.144.900 ha dan seluas 9.220.600 ha (HIDAYAT dan MULYANI, 2002). Luasan lahan kering berdasarkan regim kelembaban tanah per propinsi
Persyaratan tanah untuk pertumbuhan kelapa sawit secara optimal sangat ditentukan oleh
kedalaman efektif tanah (solum tanah > 75 cm) dan berdrainase baik. Kelapa sawit dapat tumbuh pada lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang bervariasi mulai dari lahan yang subur sampai lahan-lahan marginal. Hal ini dicirikan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh pada lahan dengan pH masam sampai netral (>4,2-7,0) dan yang optimum pada pH 5,0-6,5. Kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, lereng dan bentuk wilayah berombak dan bergelombang tidak menjadi pembatas utama. Media perakaran yang optimal adalah lahan yang mempunyai tekstur halus (liat berpasir, liat, liat berdebu), agak halus (lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu), dan sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu), serta mempunyai kandungan bahan kasar tidak lebih dari 55% (DJAENUDIN et al., 2000).
Kelapa sawit dapat tumbuh baik pada berbagai ordo tanah seperti Ultisols, Oxisols, Inceptisols, Alfisols, Mollisols bahkan pada tanah gambut (Histosols), asalkan persyaratan tumbuh lainnya seperti tersebut di atas terpenuhi.

Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Ordo                      : Palmales
Famili                     : Palmae
Sub – Famili           : Cocoidae
Spesies                   : 1. Elaeis guineensis Jacq (Kelapa sawit Afrika)
                                2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera (kelapasawit
                                    Amerika Latin)      
Varietas/Tipe          : Digolongkan berdasarkan :
1.      Tebal tipisnya cangkang (endocarp) : dikenal ada tiga varietas/tipe, yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera.
2.      Warna buah : dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens


 
























BAB III
PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

PROSEDUR EVALUASI LAHAN
Proses evaluasi lahan dan arahan penggunaannya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Penyusunan karakteristik lahan
Karakteristik lahan yang merupakan gabungan dari sifat-sifat lahan dan lingkungannya diperoleh dari data yang tertera pada legenda peta tanah dan uraiannya, peta/data iklim dan peta topografi/elevasi. Karakteristik lahan diuraikan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dari peta tanah, yang meliputi: bentuk wilayah/lereng, drainase tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah (lapisan atas 0-30 cm, dan lapisan bawah 30-50 cm), pH tanah, KTK liat, salinitas, kandungan pirit, banjir/genangan dan singkapan permukaan (singkapan batuan di permukaan tanah). Data iklim terdiri dari curah hujan rata-rata tahunan dan jumlah bulan kering, serta suhu udara diperoleh dari stasiun pengamat iklim.
Data iklim juga dapat diperoleh dari peta iklim yang sudah tersedia, misalnya peta pola curah hujan, peta zona agroklimat atau peta isohyet. Peta-peta iklim tersebut biasanya disajikan dalam skala kecil, sehingga perlu lebih cermat dalam penggunaannya untuk pemetaan atau evaluasi lahan skala yang lebih besar, misalnya skala semi detail (1:25.000-1:50.000). Suhu udara didapatkan dari stasiun pengamat iklim di lokasi yang akan dievaluasi atau diestimasi dengan Persamaan [1] (Braak, 1928) jika data tidak tersedia.

2. Penyusunan persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan lahan (LURs)
Persyaratan tumbuh dapat diperoleh dari berbagai referensi, seperti pada Djaenudin et al. (2003). Untuk evaluasi lahan di Kabupaten Aceh Barat beberapa modifikasi sudah dibuat sesuai dengan kondisi lapangan dan referensi lainnya. Modifikasi yang dilakukan di antaranya adalah untuk tanaman cengkeh dan kakao pada tanah gambut dan drainase terhambat digolongkan sebagai tidak sesuai. Demikian pula untuk parameter tekstur tanah untuk tanaman tahunan, tidak hanya lapisan atas yang digunakan tetapi juga kombinasi dengan lapisan bawahnya.


3. Proses evaluasi kesesuaian lahan (matching)
Setelah data karakteristik lahan tersedia, maka proses selanjutnya adalah evaluasi lahan yang dilakukan dengan cara matching (mencocokan) antara karakteristik lahan pada setiap satuan peta tanah (SPT) dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan. Proses evaluasinya dapat dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program ALES ataupun secara manual. Evaluasi dengan cara komputer akan memberikan hasil yang sangat cepat, walaupun tanaman yang dievaluasi cukup banyak. Sedangkan dengan cara manual memerlukan waktu yang lebih lama, karena evaluasi dilakukan satu persatu pada setiap SPT untuk setiap tanaman.
Hasil penilaian berupa kelas dan subkelas kesesuaian lahan dari tanaman yang dinilai ditentukan oleh faktor pembatas terberat. Faktor pembatas tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih tergantung dari karakteristik lahannya. Sebagai contoh disajikan cara penilaian untuk tanaman kelapa pada SPT 4 dan pisang pada SPT 27. Hasil evaluasi lahan dinyatakan dalam kondisi aktual (kesesuaian lahan aktual) dan kondisi potensial (kesesuaian lahan potensial)

4. Kesesuaian lahan terpilih/penentuan arahan penggunaan lahan untuk tanaman tahunan
Untuk menyusun arahan penggunaan lahan dari berbagai alternatif komoditas yang sesuai, perlu dipertimbangkan prioritas daerah dan penggunaan lahan aktual. Dalam penyusunan kesesuaian lahan terpilih ini, untuk kelompok tanaman pangan dan sayuran, hanya lahan-lahan yang termasuk kelas Sesuai (kelas S1 dan S2) saja yang dipertimbangkan, sedangkan untuk tanaman perkebunan dan tanaman buah buahan, selain lahan yang termasuk kelas Sesuai (S1 dan S2), juga ditambah dengan lahan yang termasuk kelas Sesuai Marginal (kelas S3) karena tanaman tahunan lebih diprioritaskan dalam proyek ini.
Data Karakteristik lahan di Kec Batangtoru Kab. Tapanuli Selatan
Karakteristik lahan
Nilai data
Temperatur
Temperatur rerata (tc)

26 0C
Ketersediaan air (wa)
Curah Hujan  (mm)
Lama Bulan Kering (bln)

3431
0
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase


Baik
Media Perakaran (rc)
Tekstur
Bahan Kasar (%)
Kedalaman Tanah

Sedang
<15
>75
Gambut
Ketebalan (cm)

0
Retensi hara (nr)
KTK Liat (c mol)
Kejenuhan Basa (%)
pHH2O
C- Organik

30.00
12,77
6,6
1,85
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi

72,7
Sangat berat
Bahaya banjir (fh)
Genangan

F0
Penyiangan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%)
Singkapan batuan (%)

<5
<5

BAB IV
HASIL EVALUASI LAHAN
Tabel  karakterisrik lahan di Kecamatan Batangtoru Kabupaten Tapanuli Selatan
Karakteristik lahan
Nilai data
Kelas lahan aktual
Usaha perbaikan
Kelas lahan potensial
Temperatur
Temperatur rerata (tc)

26 0C
S1
S1

S1
S1
Ketersediaan air (wa)
Curah Hujan  (mm)
Lama Bulan Kering (bln)

3431
0
S2
S2
S1

S2

S2
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase


Baik
S1

S1

S1

S1
Media Perakaran (rc)
Tekstur
Bahan Kasar (%)
Kedalaman Tanah

Sedang
<15
>75
S2
S1
S1
S2

S2


S2
Gambut
Ketebalan (cm)

0
S1
S1

S1
S1
Retensi hara (nr)
KTK Liat (c mol)
Kejenuhan Basa (%)
pHH2O
C- Organik

30.00
12,77
6,6
1,85
S2
S1
S2
S2
S1


*
*
S1



S2
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi

72,7
Sangat berat
N
N
S3



N

N
Bahaya banjir (fh)
Genangan

F0

S1

S1
S1
Penyiangan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%)
Singkapan batuan (%)

<5
<5
S1
S1
S1

S1

S1
 Ket :
Kelompok
Kelas
Keterangan
S
(sesuai)
S1
(sangat sesuai)
Lahan yang tidak/hanya sedikit memiliki kekurangan bagi pembudidayaan kelapa sawit.
S2
(sesuai)
Lahan yang memiliki kekurangan namun keparahannya masih ditolerir untuk pembudidayaan kelapa sawit. Produktivitas akan lebih rendah dan membutuhkan biaya lebih banyak dibandingkan lahan S1.
S3
(sesuai bagi lahan marginal)
Lahan yang memiliki kekurangan namun keparahannya masih bisa ditolerir. Produktivitas rendah dan membutuhkan input yang mahal, dan mungkin pemanfaatannya tidak direkomendasikan.
N
(tidak sesuai)
N
(tidak  sesuai)
Kualitas lahan tidak sesuai untuk budidaya kelapa sawit yang berkelanjutan.

BAB V
HASIL DAN KESIMPULAN
5.1  Hasil
Hasil isi makalah ini adalah
  • Kelas lahan actual adalah : N.eh
  • Kelas lahan potensial TIDAK ADA


5.2 Kesimpulan
Perbaikan untuk kejenuhan basa
Untuk perbaikan kejenuhan basa Untuk mengatasi tanah-tanah basa bisa dilakukan dengan cara pemberian sulfur atau belerang. Pemberian belerang bisa dalam bentuk bubuk belerang atau bubuk sulfur yang mengandung belerang hampir 100 % .  Pemberian pupuk yang mengandung belerang kurang efektif jika digunakan untuk menurunkan pH. Beberapa pupuk yang mengandung belerang yang bisa digunakan antara lain ZA ( Amonium sulfat ), Magnesium sulfat, Kalium sulfat, tembaga sulfat dan seng sulfat. Pemberian bahan organik/ pupuk organik juga bisa membantu menormalkan pH tanah.

DAFTAR PUSTAKA
djaenuddin et al (2003) kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit.