BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kesesuain
lahan perlu diperhatikan untuk tanaman budidaya untuk mendapatkan pertumbuhan
yang optimal, walau tanaman dapat tumbuh bersama di suatu wilayah, akan tetapi
setiap jenis tanaman mempunyai karakter yang membutuhkan persyaratan yang
berbeda-beda. Dengan demikian supaya
produksi dapat optimal maka harus diperhatikan antara kesesuaian lahan untuk
pertanian dan persyaratan tumbuh tiap jenis tanaman.
Kelapa sawit
merupakan salah satu komoditas strategis sebagai penghasil devisa negara utama
dari sektor non migas. Beberapa komoditas perkebunan yang menunjukkan
peningkatan ekspor yang cukup tajam adalah kakao dan mente, sedangkan komoditas
yang dinilai masih memberikan sumbangan yang cukup tinggi bagi devisa di
antaranya adalah karet, kopi, kakao, dan minyak sawit (SURYANA et al.,
1998). Prospek kelapa sawit cukup menjanjikan seperti dilaporkan Oil Word
(Lembaga penyedia jasa informasi dan perkiraan produksi minyak nabati), yang
memproyeksikan produksi minyak sawit Indonesia akan menyalip Malaysia pada
tahun 2010 (KOMPAS, 21 Mei 2003). Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas
perkebunan, perkembangannya cukup pesat dibandingkan dengan komoditas
perkebunan lainnya terutama terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Untuk seluruh Indonesia,
pada tahun 1986 luas pertanaman kelapa sawit hanya sekitar 593.800 ha,
sedangkan pada tahun 2002 menjadi 4.116.000 ha (DITJEN PERKEBUNAN, 2002).
Kecamatan Batang toru kabupaten Tapanuli Selatan
merupakan daerah perkebunan dengan komoditi karet, sawit dan kakao. Informasi
kelas kesesuaian lahan untuk perkebunan di kecamatan batang toru masih sangat
terbatas. Oleh karena itu penelitian evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman
perkebunan di tempaat ini perlu di lakukan, mengingat daerah ini memiliki lahan
yang luas dan berpotensi untuk
pengembangan tanaman perkebunan. Dengan informasi kelas kesesuaian lahan
untuk pengembangan tanaman perkebunan ini diharapkan dapat dilakukan alternatif
manajemen praktis yang tepat, guna meningkatkan produksi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di kecamatan batang toru kabupaten Tapanuli Selatan.
Tujuan
1.
Mengevaluasi kesesuain lahan perkebunan di
kecamatan Batang Toru untuk tanaman tanaman perkebunan yaitu Kelapa Sawit (Elaesis
quenensis Jacq).
2.
Memberikan
cara pengelolaan praktis dalam upaya meningkatkan produksi Kelapa Sawit di
kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan.
3.
Sebagai
bahan informasi bagi pengambil keputusan atau yang memerlukan dalam pengolahan
lahan di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau yang bersifat
kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (
performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu
dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan ( land
characteristic). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara
langsung di lapangan, tetapi pada
umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976).
Hubungan
antara kualitas dan karakteristik lahan
Kualitas Lahan
|
Karakteristik Lahan
|
Temperatur (tc)
|
Temperatur rata
-rata (oC)
|
Ketersediaan air
(wa)
|
Curah hujan (mm)
|
Lamanya bulan kering
(bln)
|
|
Kelembaban (%)
|
|
Ketersediaan oksigen
(oa)
|
Drainase
|
Keadaan media
perakaran (rc)
|
Tekstur,
|
Bahan kasar (%),
|
|
Kedalaman tanah (cm)
|
|
Gambut Ketebalan
(cm),
|
Ketebalan (cm) jika ada sisipan
bahan mineral/pengkayaan, Kematangan
|
Retensi hara (nr)
|
KTK liat (cmol/kg),
,
|
Kejenuhan basa (%)
|
|
pH, C- organik (%)
|
|
Toksisitas (xc)
|
Salinitas (dS/m)
|
Sodisitas (xn)
|
Alkalinitas/ESP (%)
|
Bahaya sulfidik (xs)
|
Kedalaman sulfidik
(cm)
|
Bahaya erosi (eh)
|
Lereng (%),
|
Bahaya erosi
|
|
Bahaya banjir (fh)
|
Genangan
|
Penyiapan lahan (lp)
|
Batuan di permukaan
(%),
|
Singkapan batuan (%)
|
Karakteristik
lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke
dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan
tanah) merupakan unsure pembentuk satuan peta tanah.
2.1 Topografi
Topografi
yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau
lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan
dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut
berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur
udara dan radiasi matahari.
Bentuk wilayah dan kelas lereng
Relief
|
Lereng (%)
|
Datar
|
<
3
|
Berombak/agak
melandai
|
3-8
|
Bergelombang/melandai
|
5-8
|
Berbukit
|
15-30
|
Bergunung
|
30-40
|
Bergunung curam
|
40-60
|
Bergunung sangat
curam
|
>
60
|
Ketinggian tempat diukur dari permukaan
laut (dpl) sebagai titik nol. Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum
sering dibedakan antara dataran rendah (<700 m dpl.) dan dataran tinggi
(> 700 m dpl.). Namun dalam kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat
berkaitan erat dengan temperatur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di
atas permukaan laut, maka temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi
matahari cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut.
Ketinggian tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Misalnya tanaman
teh dan kina lebih sesuai pada daerah dingin atau daerah dataran tinggi.
Sedangkan tanaman karet, sawit, dan kelapa lebih sesuai di daerah dataran
rendah.
2.2. Iklim
2.2.1. Suhu udara
Tanaman kina dan kopi, misalnya, menyukai
dataran tinggi atau suhu rendah, sedangkan karet, kelapa sawit dan kelapa
sesuai untuk dataran rendah. Pada daerah yang data suhu udaranya tidak
tersedia, suhu udara diperkirakan berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan
laut. Semakin tinggi tempat, semakin rendah suhu udara rata-ratanya dan
hubungan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Braak (1928): Suhu udara
rata-rata di tepi pantai berkisar antara 25-27 C.
2.2.2. Curah hujan
Data curah hujan
diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada
suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Pengukuran
curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis. Secara manual biasanya
dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama 1(satu) hari, yang
kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya tahunan. Sedangkan secara
otomatis menggunakan alat-alat khusus yang dapat mencatat kejadian hujan setiap
periode tertentu, misalnya setiap menit, setiap jam, dan seterusnya. Untuk
keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah
hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. Oldeman (1975) mengelompokkan
wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut.
Bulan basah adalah
bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai
curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi
tanaman pangan, terutama untuk padi. Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi zone
agroklimat kedalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt &
Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda,
yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang
terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk
penilaian tanaman tahunan.
2.3 Tanah
Faktor tanah dalam
evaluasi kesesuaian lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik
tanah di antaranya drainase tanah, tekstur, kedalaman tanah dan retensi hara
(pH, KTK), serta beberapa sifat lainnya diantaranya alkalinitas, bahaya erosi,
dan banjir/genangan.
2.3.1. Drainase tanah
Drainase
tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang
menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas drainase tanah disajikan
pada Tabel 3. Kelas drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman,
terutama tanaman tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2 serta kelas 5,
6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2 sangat mudah
meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7 sering jenuh air dan kekurangan
oksigen.
Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan
Kelas Drainase
|
Uraian
|
Cepat (excessively
drained)
|
Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air
rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa, bercak atau
karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi)
|
|
|
Agak cepat (somewhat
excessively
|
Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air
|
Baik (well
drained )
|
Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak
cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman.
Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa
bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada
lapisan 0 sampai 100 cm.
|
Agak baik (moderately
well drained )
|
Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori
air tersedia) rendah, Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang
dapat diketahui di tanah basah dekat permukaan. lapangan, yaitu tanah
berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna
gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm.
|
Agak terhambat (somewhat
poorly drained)
|
Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia)
rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian
cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat
diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan
besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.
|
Terhambat (poorly
drained)
|
Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (poriair tersedia) rendah
sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke
permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri
yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi)
dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai
permukaan.
|
Sangat terhambat (very
poorly drained)
|
Tanah dengan
konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia)
sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang
cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan
sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu
tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.
|
2.3.2. Tekstur
Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter 2 mm) yaitu
pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan, atau berdasarkan
data hasil analisis di laboratorium dan menggunakan
segitiga
tekstur
Pengelompokan
kelas tekstur adalah:
Halus (h) : Liat berpasir, liat, liat
berdebu
Agak halus (ah) : Lempung berliat, lempung liat berpasir,
lempung liat berdebu
Sedang (s) : Lempung berpasir sangat halus,
lempung, lempung berdebu, debu
Agak kasar (ak) : Lempung berpasir
Kasar (k) : Pasir, pasir berlempung
Sangat halus (sh) : Liat
2.3.3. Bahan kasar
Bahan
kasar adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap lapisan tanah,
dibedakan menjadi:
Sedikit
: < 15 %
Sedang
: 15 - 35 %
Banyak
: 35 - 60 %
Sangat
banyak : > 60 %
2.3.4. Kedalaman tanah
Kedalaman
tanah, dibedakan menjadi:
Sangat
dangkal : < 20 cm
Dangkal
: 20 - 50 cm
Sedang
: 50 - 75 cm
Dalam
: > 75 cm
2.3.5. Ketebalan gambut
Ketebalan gambut,
dibedakan menjadi:
tipis
: < 60 cm
sedang
: 60 - 100 cm
agak
tebal : 100 - 200 cm
tebal
: 200 - 400 cm
Sangat
tebal : > 400 cm
2.3.6. Alkalinitas
Menggunakan nilai
persentase natrium dapat ditukar (exchangeable sodium percentage atau ESP)
yaitu dengan perhitungan:
ESP = Na dapat tukar x 100%
KTK Tanah
Nilai ESP 15% sebanding dengan
nilai solum adsorption ratio SAR 13
2.3.7. Bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi
dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan
adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan
erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya
erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan
tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi
yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh
warna gelap karena relative mengandung bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat
bahaya erosi tersebut
disajikan dalam table berikut
Tabel 5. Tingkat bahaya erosi
Tingkat
bahaya erosi
|
Jumlah tanah permukaan yang hilang
(cm/tahun)
|
Sangat ringan (sr)
|
<
0,15
|
Ringan (r)
|
0,15
- 0,9
|
Sedang (s)
|
0,9
- 1,8
|
Berat (b)
|
1,8
- 4,8
|
Sangat berat (sb)
|
>
4,8
|
2.3.8. Bahaya banjir/genangan
Banjir ditetapkan
sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan lamanya banjir (Y).
Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat
di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. (dimana x adalah simbol
kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir)
Simbol
|
Kelas bahaya banjir
|
Kedalaman banjir (x)
|
Lama banjir (y)
|
(cm)
|
(bulan/tahun)
|
||
F0
|
Tidak ada
|
Dapat diabaikan
|
Dapat diabaikan
|
F1
|
Ringan
|
<25
|
<1
|
|
|
25-50
|
<1
|
|
|
50-150
|
<1
|
F2
|
Sedang
|
<25
|
1-3
|
|
|
25-50
|
1-3
|
|
|
50-150
|
1-3
|
|
|
>150
|
<1
|
|
|
|
|
F3
|
Agak berat
|
<25
|
3-6
|
|
|
25-50
|
3-6
|
|
|
50-150
|
3-6
|
|
|
|
|
F4
|
Berat
|
<25
|
>6
|
|
|
25-50
|
>6
|
|
|
50-150
|
>6
|
|
|
>1501
|
-3
|
|
|
>150
|
3-6
|
|
|
>150
|
>6
|
2.3.9. Kemasaman tanah
Ditentukan atas dasar pH tanah pada
kedalaman 0-20 cm dan 20-50 cm
Kelas
|
pH tanah
|
Sangat masam
|
< 4,5
|
Masam
|
4,5 - 5,5
|
Agak masam
|
5,6 - 6,5
|
Netral
|
6,6 - 7,5
|
Agal alkalis
|
7,6 - 8,5
|
Alkalis
|
> 8,5
|
Syarat
Tumbuh Kelapa Sawit
Untuk
dapat mencapai pertumbuhan yang optimum, kelapa sawit memerlukan persyaratan
tumbuh tanaman, diantaranya adalah lahan berada pada dataran rendah dengan
ketinggian tempat <700 m dpl, temperatur berkisar antara 20–35°C, dengan
temperatur optimum 25–28°C. Curah hujan berkisar dari 1.250–4.000 mm/tahun,
tetapi yang optimum sekitar 1.700–2.500 mm/tahun, dengan distribusi merata
sepanjang tahun dan bulan kering kurang dari 2 bulan. Menurut tipe hujannya
(SCHMIDT and FERGUSON, 1951), lahan kering dataran rendah berada pada berbagai
tipe hujan, yaitu A, B, C, D, E dan F. PUSLITBANGTANAK (2001) dalam menyusun
Atlas Arahan Tataruang Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000, menggolongkan
tipe hujan A, B dan C sebagai wilayah beriklim basah, sedangkan tipe hujan D, E
dan F digolongkan sebagai wilayah beriklim kering.
Berdasarkan
rejim kelembaban tanahnya, wilayah beriklim basah termasuk udik atau perudik,
sedangkan wilayah beriklim kering termasuk ustik atau peralihan ustik-aridik
(SOIL SURVEY STAFF, 1999). Iklim basah umumnya mempunyai curah hujan tinggi
(>1.500 mm/tahun) dengan masa hujan relatif panjang, sedangkan iklim kering mempunyai
curah hujan relatif rendah (<1.500 mm/tahun) dengan masa curah yang pendek
3-5 bulan (IRIANTO et al., 1998).
Luas
lahan kering yang mempunyai ketinggian tempat < 700 m dpl. seluas 87.293.000
ha yang terdapat pada landform tektonik, volkan, dan karst, dan terbentuk dari
batuan sedimen, batuan volkan, dan batu gamping (HIDAYAT et al., 2000).
Dari luasan tersebut, lahan kering yang mempunyai iklim basah dan iklim kering
berturut-turut seluas 78.144.900 ha dan seluas 9.220.600 ha (HIDAYAT dan
MULYANI, 2002). Luasan lahan kering berdasarkan regim kelembaban tanah
per propinsi
Persyaratan tanah untuk pertumbuhan kelapa sawit secara
optimal sangat ditentukan oleh
kedalaman efektif tanah
(solum tanah > 75 cm) dan berdrainase baik. Kelapa sawit dapat tumbuh pada
lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang bervariasi mulai dari lahan yang
subur sampai lahan-lahan marginal. Hal ini dicirikan bahwa kelapa sawit dapat
tumbuh pada lahan dengan pH masam sampai netral (>4,2-7,0) dan yang optimum
pada pH 5,0-6,5. Kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, lereng dan bentuk
wilayah berombak dan bergelombang tidak menjadi pembatas utama. Media perakaran
yang optimal adalah lahan yang mempunyai tekstur halus (liat berpasir, liat,
liat berdebu), agak halus (lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat
berdebu), dan sedang (lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu,
debu), serta mempunyai kandungan bahan kasar tidak lebih dari 55% (DJAENUDIN et
al., 2000).
Kelapa
sawit dapat tumbuh baik pada berbagai ordo tanah seperti Ultisols, Oxisols,
Inceptisols, Alfisols, Mollisols bahkan pada tanah gambut (Histosols), asalkan
persyaratan tumbuh lainnya seperti tersebut di atas terpenuhi.
Tanaman kelapa sawit (palm
oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Ordo :
Palmales
Famili :
Palmae
Sub – Famili :
Cocoidae
Spesies :
1. Elaeis guineensis Jacq (Kelapa
sawit Afrika)
2. Elaeis
melanococca atau Corozo oleifera
(kelapasawit
Amerika Latin)
Varietas/Tipe :
Digolongkan berdasarkan :
1.
Tebal
tipisnya cangkang (endocarp) : dikenal ada tiga varietas/tipe, yaitu Dura,
Pisifera, dan Tenera.
2.
Warna buah
: dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens
BAB III
PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN LAHAN
PROSEDUR
EVALUASI LAHAN
Proses evaluasi lahan dan arahan
penggunaannya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Penyusunan
karakteristik lahan
Karakteristik lahan
yang merupakan gabungan dari sifat-sifat lahan dan lingkungannya diperoleh dari
data yang tertera pada legenda peta tanah dan uraiannya, peta/data iklim dan
peta topografi/elevasi. Karakteristik lahan diuraikan pada setiap satuan peta
tanah (SPT) dari peta tanah, yang meliputi: bentuk wilayah/lereng, drainase
tanah, kedalaman tanah, tekstur tanah (lapisan atas 0-30 cm, dan lapisan bawah
30-50 cm), pH tanah, KTK liat, salinitas, kandungan pirit, banjir/genangan dan
singkapan permukaan (singkapan batuan di permukaan tanah). Data iklim terdiri
dari curah hujan rata-rata tahunan dan jumlah bulan kering, serta suhu udara
diperoleh dari stasiun pengamat iklim.
Data iklim juga dapat
diperoleh dari peta iklim yang sudah tersedia, misalnya peta pola curah hujan,
peta zona agroklimat atau peta isohyet. Peta-peta iklim tersebut biasanya
disajikan dalam skala kecil, sehingga perlu lebih cermat dalam penggunaannya
untuk pemetaan atau evaluasi lahan skala yang lebih besar, misalnya skala semi
detail (1:25.000-1:50.000). Suhu udara didapatkan dari stasiun pengamat iklim
di lokasi yang akan dievaluasi atau diestimasi dengan Persamaan [1] (Braak,
1928) jika data tidak tersedia.
2.
Penyusunan persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan lahan (LURs)
Persyaratan
tumbuh dapat diperoleh dari berbagai referensi, seperti pada Djaenudin et al.
(2003). Untuk evaluasi lahan di Kabupaten Aceh Barat beberapa modifikasi sudah
dibuat sesuai dengan kondisi lapangan dan referensi lainnya. Modifikasi yang
dilakukan di antaranya adalah untuk tanaman cengkeh dan kakao pada tanah gambut
dan drainase terhambat digolongkan sebagai tidak sesuai. Demikian pula untuk
parameter tekstur tanah untuk tanaman tahunan, tidak hanya lapisan atas yang
digunakan tetapi juga kombinasi dengan lapisan bawahnya.
3.
Proses evaluasi kesesuaian lahan (matching)
Setelah data
karakteristik lahan tersedia, maka proses selanjutnya adalah evaluasi lahan
yang dilakukan dengan cara matching (mencocokan) antara karakteristik lahan
pada setiap satuan peta tanah (SPT) dengan persyaratan tumbuh/penggunaan lahan.
Proses evaluasinya dapat dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program
ALES ataupun secara manual. Evaluasi dengan cara komputer akan memberikan hasil
yang sangat cepat, walaupun tanaman yang dievaluasi cukup banyak. Sedangkan
dengan cara manual memerlukan waktu yang lebih lama, karena evaluasi dilakukan
satu persatu pada setiap SPT untuk setiap tanaman.
Hasil penilaian berupa
kelas dan subkelas kesesuaian lahan dari tanaman yang dinilai ditentukan oleh
faktor pembatas terberat. Faktor pembatas tersebut dapat terdiri dari satu atau
lebih tergantung dari karakteristik lahannya. Sebagai contoh disajikan cara
penilaian untuk tanaman kelapa pada SPT 4 dan pisang pada SPT 27. Hasil
evaluasi lahan dinyatakan dalam kondisi aktual (kesesuaian lahan aktual) dan
kondisi potensial (kesesuaian lahan potensial)
4.
Kesesuaian lahan terpilih/penentuan arahan penggunaan lahan untuk tanaman
tahunan
Untuk menyusun arahan
penggunaan lahan dari berbagai alternatif komoditas yang sesuai, perlu
dipertimbangkan prioritas daerah dan penggunaan lahan aktual. Dalam penyusunan
kesesuaian lahan terpilih ini, untuk kelompok tanaman pangan dan sayuran, hanya
lahan-lahan yang termasuk kelas Sesuai (kelas S1 dan S2) saja yang
dipertimbangkan, sedangkan untuk tanaman perkebunan dan tanaman buah buahan,
selain lahan yang termasuk kelas Sesuai (S1 dan S2), juga ditambah dengan lahan
yang termasuk kelas Sesuai Marginal (kelas S3) karena tanaman tahunan lebih
diprioritaskan dalam proyek ini.
Data
Karakteristik lahan di Kec Batangtoru Kab. Tapanuli Selatan
Karakteristik lahan
|
Nilai data
|
Temperatur
Temperatur rerata (tc)
|
26 0C
|
Ketersediaan air (wa)
Curah Hujan (mm)
Lama Bulan Kering (bln)
|
3431
0
|
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
|
Baik
|
Media Perakaran (rc)
Tekstur
Bahan Kasar (%)
Kedalaman Tanah
|
Sedang
<15
>75
|
Gambut
Ketebalan (cm)
|
0
|
Retensi hara (nr)
KTK Liat (c mol)
Kejenuhan Basa (%)
pHH2O
C- Organik
|
30.00
12,77
6,6
1,85
|
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi
|
72,7
Sangat berat
|
Bahaya banjir (fh)
Genangan
|
F0
|
Penyiangan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%)
Singkapan batuan (%)
|
<5
<5
|
BAB IV
HASIL EVALUASI LAHAN
Tabel karakterisrik lahan di Kecamatan Batangtoru
Kabupaten Tapanuli Selatan
Karakteristik
lahan
|
Nilai
data
|
Kelas
lahan aktual
|
Usaha
perbaikan
|
Kelas
lahan potensial
|
Temperatur
Temperatur rerata (tc)
|
26 0C
|
S1
S1
|
|
S1
S1
|
Ketersediaan air (wa)
Curah Hujan (mm)
Lama Bulan Kering (bln)
|
3431
0
|
S2
S2
S1
|
|
S2
S2
|
Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase
|
Baik
|
S1
S1
|
|
S1
S1
|
Media Perakaran (rc)
Tekstur
Bahan Kasar (%)
Kedalaman Tanah
|
Sedang
<15
>75
|
S2
S1
S1
S2
|
|
S2
S2
|
Gambut
Ketebalan (cm)
|
0
|
S1
S1
|
|
S1
S1
|
Retensi hara (nr)
KTK Liat (c mol)
Kejenuhan Basa (%)
pHH2O
C- Organik
|
30.00
12,77
6,6
1,85
|
S2
S1
S2
S2
S1
|
*
*
|
S1
S2
|
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
Bahaya erosi
|
72,7
Sangat berat
|
N
N
S3
|
|
N
N
|
Bahaya banjir (fh)
Genangan
|
F0
|
S1
|
|
S1
S1
|
Penyiangan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%)
Singkapan batuan (%)
|
<5
<5
|
S1
S1
S1
|
|
S1
S1
|
Ket :
Kelompok
|
Kelas
|
Keterangan
|
S
(sesuai)
|
S1
(sangat
sesuai)
|
Lahan yang tidak/hanya sedikit
memiliki kekurangan bagi pembudidayaan kelapa sawit.
|
S2
(sesuai)
|
Lahan yang memiliki kekurangan
namun keparahannya masih ditolerir untuk pembudidayaan kelapa sawit.
Produktivitas akan lebih rendah dan membutuhkan biaya lebih banyak
dibandingkan lahan S1.
|
|
S3
(sesuai
bagi lahan marginal)
|
Lahan yang memiliki kekurangan
namun keparahannya masih bisa ditolerir. Produktivitas rendah dan membutuhkan
input yang mahal, dan mungkin pemanfaatannya tidak direkomendasikan.
|
|
N
(tidak
sesuai)
|
N
(tidak
sesuai)
|
Kualitas lahan tidak sesuai untuk
budidaya kelapa sawit yang berkelanjutan.
|
BAB V
HASIL DAN
KESIMPULAN
5.1
Hasil
Hasil
isi makalah ini adalah
- Kelas lahan actual adalah : N.eh
- Kelas lahan potensial TIDAK ADA
5.2 Kesimpulan
Perbaikan untuk kejenuhan basa
Untuk perbaikan kejenuhan basa Untuk mengatasi
tanah-tanah basa bisa dilakukan dengan cara pemberian sulfur atau belerang.
Pemberian belerang bisa dalam bentuk bubuk belerang atau bubuk sulfur yang
mengandung belerang hampir 100 % . Pemberian pupuk yang mengandung
belerang kurang efektif jika digunakan untuk menurunkan pH. Beberapa pupuk yang
mengandung belerang yang bisa digunakan antara lain ZA ( Amonium sulfat ),
Magnesium sulfat, Kalium sulfat, tembaga sulfat dan seng sulfat. Pemberian
bahan organik/ pupuk organik juga bisa membantu menormalkan pH tanah.
DAFTAR
PUSTAKA
djaenuddin
et al (2003) kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit.